Rabu, 19 Desember 2018

Sajak keras kepala

Seperti biasanya ketika tanya itu muncul.
Jawaban hanya akan sampai ditenggorokan.
Raungan rindu yang tertahan air mata yang berantakan.
Rasa ini tak bisa diatur walau kita tahu ini tidak betul.

Datang dan pergi tanpa berjejak.
Dalam realita semerbak aroma lumpur terinjak.
Dan kini aku memilih sendiri.
Di ruang dan dimensi literasi pagi.

Semua perjuangan ini tak akan pernah menang.
Karena kita yang mendustai cerita.
Lalu menghapus semuanya di batas jalan.
Kenangan hanya akan menjadi semburat ingatan.

Sajak yang kau melodikan tak sedikitpun ber-irama.
Kita memaksakan dua egoisme bergandengan bersama.
Sesaat kemudian, kau mengajari bagaimana cara patah hati.
Kau tidak mengerti bahwa akan selalu ada perih yang kau tinggali.

: "Hai, bagaimana kabarmu sekarang?"
: "Sudah berhasilkah melupanku?"

Taukah kamu?
Dalam nadir, si bodoh ini masih menunggu hadirmu.

Terkekang garis waktu masa lalu.

Kau jelek waktu itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar