Senin, 27 Februari 2017

Aku bukan Atheis

Teriakan-terikan kumpulan domba tergiring, dalam pola pikir dan asa sedikit miring.
Memuja penjahat masa lalu, yang bereuni dalam pusara sarang agama.
Mengiringi melodi sang ahli nujum dari sekte ketamakan.

: Aku tak punya kelihaian membaca hati. Tapi coba lah sebentar menengok sejarah.

Di Negeri dengan kebebasan bicara yang luar biasa, salah sedikit binasa.

: Aku berbeda, tapi cobalah memahami.

Di Negeri dimana banyak manusia mendadak jadi Tuhan.

Ideologi apalagi yang kalian pahami? Kesalahan Pancasila apalagi yang kalian mengerti?

Semuanya samar.
Masih sama saling meraba pun merasa paling benar.
Mengugah takut para manusia sendiri.
Selalu bersembunyi dan berperisai kalimat suci.

Dimana bisa aku pelajari lagi seni bertoleransi? Jika di dalam rumahMu sudah tercemari?
Pertanyaan-pertanyaan bodoh karena aku adalah seorang bodoh.

Tinggal menunggu teriakan Tuhan-Tuhan berbau tanah menghardik kejam.
Tinggal menunggu pedang-pedang saling merajam.
Tinggal menunggu merah menyala di malam saat listik padam.
Tinggal menunggu bau mesiu dalam sisa-sisa rumah yang remuk redam.

Lalu menunggu kembali penyesalan di sepertiga temaram kelam.

Wahai sang patih pemersatu Nusantara, kembali lah dari tidur mu.
Tidak kah kau lihat hasil karya mu dipecah satu-persatu??
Aku tak butuh ragamu, aku butuh sumpah palapa mu.
Dengungkan nada mu di setiap anak negeri ini.
Agar mereka mengerti ilmu saling menghargai.

Tuhan, maaf aku tak meminta pada Mu kali ini.
Tuhan, maaf karena Kau telah dikhianati.
Tuhan, maaf karena Kau dijadikan alasan atas semua yang terjadi.
Tuhan, maaf...karena aku tak ingin mereka menjadi Mu lagi dan lagi.

Dan Tuhan, aku bukan atheis!


: cerna cerita sejarah bangsa.
lelaki masih sendiri.

Jakarta 27:02