Selasa, 30 Januari 2018

Dunia Dua Warna

Kanvas itu tergeletak, di pinggiran tembok yang retak.
Angin berhembus halus, menenangkan jiwa yang lapar dan kurus.
Sadarkah sesaat lalu kau tersesat?

Melirik melati putih, dan kau pastikan itu bersih.
Mencium pekat comberan, dan kau pastikan yang ada hanya kotoran.

: Aku? Semua abu-abu.

Hitam dan putih hanya guratan yang kalian tulis pada masing-masing lembar halaman.

: Kau tahu?

Karena langit tak selamanya terang, dan bumi tak selamanya tenang.

Obsesi hanya kumpulan halusinasi yang tak pasti.
Rumus kehidupan yang melupakan faktor tak diperhitungkan.

Kebaikan dalam kejahatan dalam sempurnanya peran yang kalian mainkan.

Lalu untuk apa penyesalan jika takdir sudah digariskan?
Ah! Mungkin sebagai pelengkap ampas terakhir kopi malam ini.

- Yin dan yang. Surga dan neraka. Kau dan kalian.

: Aku? Terlarut dalam hisap terakhir racikan sang master tembakau.

Jakarta, 3001











Kamis, 18 Januari 2018

Kau dan Nada Minor

Sayup-sayup gitarnya memetikan irama tak beraturan.
Mencampur adukan aliran.
Sedetik berlalu dengan diam, sedetik kemudian keluhan.
Nada dan melodi yang merasa dipermainkan.

Tak banyak lagu yang tercipta, karena lirik pun sedikit sekali bermakna.
Bagian yang terbuang dalam kumpulan cerita.
Alunan hening dan sekarang mereda percuma.

Senja, tahukah kau kali ini membuatku iri.
Mencuri jingga yang sendiri.
Meski nyiur melambai lirih.
Dia mematung, memilih membekukan hati.

Aku tak tau harus berbuat apa.
Aku tak juga berkata sepatah.
: kau - sama saja.

Kembali berkecamuk dalam nada minor bermelodi satir.
Menunggu hujan tunduk, dan hisapan pahit ampas terakhir.

: cinta - teman lama.

Jakarta 0118