Rabu, 19 Desember 2018

Sajak keras kepala

Seperti biasanya ketika tanya itu muncul.
Jawaban hanya akan sampai ditenggorokan.
Raungan rindu yang tertahan air mata yang berantakan.
Rasa ini tak bisa diatur walau kita tahu ini tidak betul.

Datang dan pergi tanpa berjejak.
Dalam realita semerbak aroma lumpur terinjak.
Dan kini aku memilih sendiri.
Di ruang dan dimensi literasi pagi.

Semua perjuangan ini tak akan pernah menang.
Karena kita yang mendustai cerita.
Lalu menghapus semuanya di batas jalan.
Kenangan hanya akan menjadi semburat ingatan.

Sajak yang kau melodikan tak sedikitpun ber-irama.
Kita memaksakan dua egoisme bergandengan bersama.
Sesaat kemudian, kau mengajari bagaimana cara patah hati.
Kau tidak mengerti bahwa akan selalu ada perih yang kau tinggali.

: "Hai, bagaimana kabarmu sekarang?"
: "Sudah berhasilkah melupanku?"

Taukah kamu?
Dalam nadir, si bodoh ini masih menunggu hadirmu.

Terkekang garis waktu masa lalu.

Kau jelek waktu itu.

Minggu, 09 Desember 2018

The End of An Era

Nafas bangun tidur kali ini berat.
Ada yang berbeda dari mimpi malam tadi.
Aku tersesat dalam gelap.
Ruang dan waktu kini berbeda dimensi.

Langkah sudah sampai batasnya.
Mungkin lelah menghindar.
: Jadi matikan sajalah.
Do'a terakhir sebelum kembali memulai berlari.

Serbukan debu yang bercampur spora kehidupan baru.
Bertebaran selaras helaan nafas.
Panggilan senja membias satu persatu.
Tinta-tinta lalu digoreskan dalam lembaran baru secarik kertas.

Lingkaran iblis ini sungguh mengikat.
Ilusi waktu kemudian berputar kembali menjerat.
Orang yang sama, kisah yang lama.
Cemburu dengan masa lalu yang berpeluh.

Pandangan semakin nanar, setengah terjaga.
Karena janji sudah tergantung pada sayap-sayap matahari.
Porak poranda oleh sang penguasa hari.
Rindu terhalang sekat, harap yang terpatah.

Putri gerimis, aku mengemis.

Rengekan mu lirih dan menularkan perih.

12:2018