Pagi ini angin menyambutku dengan degungan yang tidak biasa.
Sejuknya menyentuh sampai ke sum-sum tulang.
Dia membakar seakan-akan akulah arangnya.
Dan suara-suara teriakan rubah betina menyertai.
Aku hanya tersenyum.
Kobaran semangat membara yang membawa derap kaki menuju aral rintang.
Yang tak perduli aspal panas bersiap menghadang.
Aku lagi-lagi tersenyum.
Kali ini mencoba sinis agar sedikit dirasa.
Sedikit berkelakar tentang kebutaan.
Tentang kebodohan yang menjadi akhirnya.
Tertawa sajalah saat pedang itu terus diacungkan.
Aku yang sama tapi sinis dianggap sampah atau lebih hina dari itu.
Tertawa sajalah..
Aku terlindungi karena aku tidak menentang.
Aku terbuang juga karena aku tidak menentang.
Tampak depan sepertinya tidak penting bagiku.
Malah lebih baik berdiri dibelakang sambil membangun pondasi untuk mereka yang mungkin kehabisan energi.
Dan tangga untukku panjat sendiri.
Sedikit egois, tapi setidaknya ketika mereka lemas aku tidak begitu saja membiarkannya jatuh.
Pertentangan ini memang tidak akan habis dikupas.
Lagi-lagi aku tersenyum untuk terakhir kalinya.
Karena aku "tidak menentang"
Lelaki muda berkerumun segan.
Cahaya riuh dalam sejuknya senja.
Dipatri memaku.
21:05