Senin, 10 Desember 2012

Pandangan dalam kehangatan terang



Lihat dan dengar ketika burung gereja menari. Berlenggak-lenggok diatas rimbunan daun pinus.
Bersahutan dan bercengkrama. Dilindungi  sepoian angin selatan yang membawa kehangatan. Dalam raga kelopak yang menerbangkan spora kehidupan, tunas bangsa yang akan menjadi pemimipin kelak.Harapku.
Yang mengajarkan tentang berbagi, tentang memberi. Sesuatu yang ajaib mungkin akan datang tanpa disangka.
Tatapan dan senyuman yang bisa membengkokan cahaya.
Lambaian yang memanggil semua keegoisan untuk merunduk, merendahkan diri.
Teruslah begitu, jangan berhenti.
Bawa kedamaian itu, rangkulah kami.
Hidupkan mimpi dan cinta.
Cepatlah bertumbuh, berbunga untuk keindahan taman halamanmu.
Ditata sebelum sporanya terbang menjadi benih.
Aku yang akan menjagamu jika ada yang coba merusaknya.
Aku tak akan mundur, jika didampingi keluguanmu.
Aku yang akan memberikan ketulusan yang aku dapat dari mu.

Ziah, peganglah kemudi dunia. Arahkan pada jalan yang telah direkatkan pada pondasinya.
Kendali dalam keangkuhan dunia yang meninggi.
Putar haluan dalam meleburnya es sepanjang tanah alaska yang hangat.

Kosan Balikpapan 1,
7:12

Mohabbatein


Kerajaan yang diharapkan dalam hangatnya kedalaman hati,
Di kelembapan jiwa. Bukan Jiwa yang kering atau basah.
Bukan jiwa yang keras. Tapi lembab.
Tidak berlebih atau kekurangan air.
Tidak bersandar pada sesuatu yang lain.
Tapi bersandar pada cinta. Kasih yang sudah terlanjur terjebak dalam keindahan.
Layaknya kasih seorang penyair pada harpanya yang patah.
Yang bernyanyi bukan untuk manusia lain.
Yang bersenandung hanya karena cintanya. Dan karenanya walau sang harpa patah, dia selalu bersenandung dengan suara yang merdu lagi menyejukkan.
Bahkan gemanya membisingkan telinga umat yang tertidur dalam terjaganya. Meluluhkan karang untuk ikut bersimpuh dan menari bersamanya.
Bunga itu, yang tumbuh dalam kelembapan selalu dapat berbunga dalam padang pasir gersang sekalipun.
Dalam kaki yang terbelenggu, larinya akan semakin kencang.
Menuju cahaya yang tidak pernah mengering,menuju cahaya yang tidak menyilaukan.
Kerinduan dan keterbatasannya akan melebur. Pelukannya akan melenyapkan, menyatu dengan sempurna. Bersenandung dan menari dalam satu gerakan. Dan mengalun untuk satu irama nada.

Alunan Nyanyian Malam.

Tapi jalanya sangat terjal kawan,
Seperti ombak yang berkejaran menuju daratan. Hanya ombak yang teguh lah yang akan menyentuh indah nya pasir pantai yang putih. Bukan yang salah arah menerjang bebatuan karang.

Walau yang dicintanya mati.
Walauh kekasihNya mati.

Z.inda rahatii hai.n unkii mohabbatein...


Jakarta, 07:12

Kamis, 06 Desember 2012

Semut Hitam dan Putih

Sepuluh tahun yang lalu, tepatnya saat saya masih duduk di bangku kelas 2 Sekolah Menengah Pertama.
Waktu itu Guru Pelajaran Agama pernah bilang kalau salah satu binatang yang tidak boleh dibunuh tanpa alasan adalah semut.
Sekitar 9 bulan kemarin saya teringat kata-kata guru saya itu. Penasaran saya membuat saya ingin tahu kenapa harus semut. Mengapa tidak harimau atau gajah yang dengan badannya yang besar itu lebih mencolok untuk diperhatikan. Bukannya semut yang saya pikir dahulu hanya binatang kecil sebagai pelengkap kehidupan dan rantai makanan yang ada.
Singkat cerita di kantor saya bekerja saya melihat banyak semut berkeliaran. Setiap hari saya perhatikan 
ada dua ekor semut yang sangat menarik perhatian. Awal saya perhatikan mereka layaknya semut biasa.
Yang membedakan hanya semut hitam dan putih tersebut terlihat lebih muda dari sekelilingnya. 
Sang semut hitam berjalan agak lambat tetapi dia berada di jalur sedikit lebih di atas dari semut putih yang berjalan cepat di bawahnya.
Hari-hari sang semut hitam hanya duduk diam dan sewaktu-waktu berjalan keluar dari kerumunan sedangkan sang semut putih lebih sering berada di barisan belakang kerumunan sesekali memunguti sisa-sisa makanan yang terjatuh dari rombongan di depannya.
Semut hitam walaupun terlihat pendiam awalnya ternyata lebih jail dari perkiraan saya.
Saat dia berjalan menuju kerumunan untuk bekerja, dia sering berada di belakang tapi lebih di depan si putih.
Terkadang dia berjalan lambat sengaja untuk menghalangi si putih yang sedang bekerja. 
Cacahan biskuit atau pinggiran daun yang kering yang terbuang dari kerumunan sering si hitam ambil tapi kemudian dia buang lagi saat si putih terlihat sudah kelelahan.
Hal tersebut mungkin membuat si putih marah. Sering saya lihat si putih menarik antena si hitam dari belakang, atau sekedar menggigit kecil pantat si hitam yang montok.
Hahaha..saya hanya tertawa kecil dengan tingkah tersebut.

Sampai suatu malam saya melihat ada hal yang janggal. Si hitam dan putih yang berbeda golongan sering berjabat tangan. Saking seringnya seperti mereka itu adalah saudara atau semacam kakak beradik yang berbeda warna. Tapi itu tidak mungkin terjadi karena di ilmu biologi yang selama ini saya pelajari tidak ada percampuran gen semacam itu.

Anehnya si hitam dan putih punya kebiasaan yang sama. Mereka suka berlari-larian dan terkadang bermain lompatan bersama. Walaupun sangat kental irama pertandingannya dalam penglihatan saya.
Si hitam lebih sering berdiri di belakang menghalangi si putih yang mencoba berlari melewatinya. Trik curang layaknya para pejabat pun sering terlihat. Tapi di akhir pertandingan saat waktu untuk mencari makan tiba mereka selalu berjabat tangan, dan tertawa bersama. Mereka melupakan semua yang hal-hal tidak baik saat pertandingan tersebut.

Hari selanjutnya saya memperhatikan saat jam makan tiba, si hitam dan putih terlihat berlari sekencang-kencangnya menuju gula yang tersedia. Mereka selalu memilih gula pertama untuk dimakan. Si hitam lebih sering mendapatkan bagian gulanya terlebih dahulu. Si putih yang lebih sering kalah berlari selalu mengalah. Kadang saya melihat semut merah dari kerumunan meledek mereka. "Untuk apa kalian berlari, toh gula tersebut masih banyak. Masih cukup bahkan berlebih untuk golongan kita." 
Sang merah tidak mengetahui kalau mereka mendapatkan yang ke dua atau ke tiga maka yang mendapat gula pertamalah yang sudah menginjak gula tersebut untuk gula pertama yang masih steril. Tanpa kuman atau virus lainnya.
Walaupun satu butir gula untuk satu kali makan sangat berlebih bagi seekor semut tapi terkadang sang hitam tidak mau membagi nya pada si putih. Si putih yang kesal kadang melampiaskannya dengan tidak membuang sisa-sisa gula yang tercecer. Si hitam yang jail pun sering bertingkah saat pemimpin si putih datang. "Pak, lihat  
ceceran gula saya tidak di bersihkan oleh putih." Sang pemimpin pun melotot. "Maaf, Pak. Hitam itu berbohong. Saya membersihkannya. Coba bapak perhatikan sekali lagi," ujar putih yang padahal membersihkan dengan tergesa-gesa ceceran tersebut sesaat sebelum pimpinannya datang.
Walau terlihat saling bertengkar saya melihat keesokan harinya mereka kembali bermain bersama dan melakukan hal-hal jail tersebut lagi. Tidak ada sedikitpun tergambar muka dendam ada marah yang tak termaafkan dari mimik muka mereka.

Si Hitam dan Putih selain makan gula mereka juga sangat suka dengan daun pete cina, yang dimakan juga oleh kerumunan semut merah. Tapi sedikit berbeda mereka lebih memilih daun yang hijau dan sedikit layu. Bukan yang cokelat dan keras seperti makanan semut merah. 
Sampai waktu malam tiba saat mereka harus tertidur untuk esok hari, si putih dan hitam masih berjalan beriringan. 
Keesokan harinya saya mendengar dari penjaga kerumunan semut bahwa si putih akan dipindahkan di lubang yang lain. 
Hitam terlihat sedikit sedih, dia berkata pada putih. "Ehm, mungkin gak kita masih bisa berbagi daun yang sama? Atau kembali berebut gula lagi untuk sebagian saya bagi ke kamu?" tanya si hitam.
Putih hanya terdiam.
"Atau begini saja, bagaimana kalau kita, aku dan kamu berganti warna menjadi abu-abu? Supaya kita sama!"
tanya hitam kemudian.
"Itu tidak mungkin." "Aku harus menjadi dewasa dulu untuk melakukan hal tersebut."
Hitam yang kecewa pun ikut terdiam.
Hening..
Saya pun ikut dalam suasana itu. Ikut merasakan keheningan.
Merasakan akan berakhirnya ketulusan suatu persahabatan yang terlihat aneh.

Mungkin esok hari saya akan melihat lagi tingkah mereka. Tapi dalam keadaan terpisah. 
Mungkin juga Hitam akan menemukan Putih yang lainnya.
Yang memberinya sesuatu yang sangat sederhana tapi sulit didapat.

Ketulusan dan kebahagiaan dalam ketiadaan.
6:12



Rabu, 05 Desember 2012

C'est Le Vie

Kulalui jalan yang berliku ini. Curam dan tajam jurang di kanan dan kirinya.
Kerikil dan duri terus menggerogoti kaki ku, seakan mereka bergumam. Hentikan saja.
Kau sudah lelah, letih dan hipotermia.
Sudahlah jangan kau teruskan. Bersandar saja pada kokohnya akar Beringin itu.
Pasti sepoi angin di bawahnya akan membawa mu terlelap.
Buaiannya akan melayangkan angan dan khayalanmu.
Kau tidak perlukan lagi letih perjalanan mu.

Sejenak aku terdiam, pandanganku tertuju pada Beringin itu dan mata air di bawahnya.
Kering kerongkongan ini sangat ingin di-airi.
Tapi bukit di depan harus ku daki. Sebelum gelap menyelimuti langit.
Awannya juga yang pekat menggambarkan ketidak-mampuanya lagi menahan hujan.

Cepat..atau aku akan terlambat. Atau sang raja hutan akan mencengkramku.
Di pekatnya malam.

Rimbunan hutan yang berfusi dengan malam membuat semuanya bisa semakin buruk.
Tak cuma darah di kaki. Atau letih yang menemani.
Keputusan akhir untuk melanjutkan langkah.
Dipapah sebatang kayu jati ukiran sang Guru.
Aku ayunkan sekuat tenaga, tak lagi aku berfikir keindahan Beringin.
Tak peduli ku akan Mata Air Jernih dibawahnya.

Aku harus keluar dari rimba ini. Itu arah yang benar.
Jangan lagi menoleh. Jangan lagi pedulikan bisikan keindahan diperjalanan.
Karena tujuan akhirmu adalah keindahan sebenernya.
Itu..di puncak bukit. Di akhir jalanan berkerikil.
Itu..Kekasihmu menunggu di sana.

Yang cinta dan keindahannya abadi.
Yang sayang dan kasihnya tak tercemari.

Ya, inilah hidup.
05:12


Selasa, 04 Desember 2012

Demon Neveu

Kelenting sahutan lonceng itu mulai menggema. Awal bersahutan pelan,,
Terus mengeras,,keras,,keras,,keras,,!
Sungguh telinga ini tak sanggup mendengarnya.
Awal merdu yang menggugah rasa.
Berubah dan merubah syurga menjadi neraka. Neraka tanpa api.
Neraka tanpa kesakitan. Dan neraka tanpa darah.
Tapi kesedihannya tetap ada.
Air matanya tetap mengalir membasahi kekeringan lukanya.

Terjatuh lagi, dengan bisikan yang masih sama.
Bisikan lonceng itu.
Bisikan yang merubah. Tolong, aku tak sanggup lagi mendengarnya.
Hentikan ! Atau aku akan merubahmu.
Dalam bulan purnama bulat itu.
Aku ingin terang, ingin siang. Agar tak ada lagi kegelapan.
Aku tak ingin cahaya semu yang indah.
Aku ingin matahari yang menghidupi.

Pergilah kau bersama yang lain. Bersama bulan dan bintang yang menemanimu.
Kau yang tak akan mengerti kehidupan syurga. Dan bahagia yang tak cuma semu.
Kau yang hidup di neraka akan selalu begitu.

Aku akan pergi menemui nanti. Jika masa itu datang. Kau yang akan aku panggil.
Bukan kau yang datang tanpa ku undang.

Kemenakan iblis dalam nyanyian lonceng.
4:12

Aurora Bright

Dalam sinarnya, berdiri. Kau takkan pernah tahu untuk apa kau diciptakan.
Karena hanya segelintir manusia yang melihat, membutuhkan.
Tapi kau terus menari, melambaikan keragamanmu. Keindahan yang nyata.
Walau tak menghidupi. Sedikit kau memberi arti.
Lalu kau berhenti ketika sang cahaya yang memberi kehidupan berdiri,
Mengalah dan bukan berarti menyerah.
Hanya menunggu waktu untuk suatu saat kembali. Kemudian menari lagi.
Aku tertegun. Sejenak berhenti seketika. Dalam dingin ini.
Menunggu kau berhenti menari. Menunggu kau bernyanyi.

Tapi hampa ini terlalu mengekang. Kau tak mengerti. Kau seakan tak peduli.
Kau katakan jika semuanya berakhir maka kau akan pergi dengan sendiri.
Tak perlu ku tunggu. Tak perlu juga aku bernyanyi, sahutmu.

Aku hanya mengalir dalam malam. Dalam pekat. Jika itu pun kau memang mengerti.
Sesedih apapun aku. Segetir apa luka ini menyelubungi. Aku akan tetap indah.

Huhh..angin ini membawaku ke selatan. Tempatmu berada. Tempat terdekat untuk menikmati senimu.
Dan cahaya Aurora akan selalu menyertaimu.
Karena kau juga indah. Karena kau juga terus menari.
Tanpa Air Mata dalam tangis mu.
Debu yang terbawa angin ini yang akan menyampaikan suratku.
Jeritan dalam gua bawah tanah.

Aurora, keindahan Selimut Malam.
3:12

Senin, 03 Desember 2012

Puisi Malam

Puisi Malam..

Ditengah malam dan gerimis, bau hujan itu tak lekang diterpa angin. Cintanya yang tak terbatas.
Kini dia melamun, ditempelkannya pipi itu pada kaca bening yang menghadapnya. Hembusan nafas itu membuat embun yang kemudian mengalir menjadi rintikan.
Buram dan terus memburam,
Ingatanya berlalu walau dia tak mengingini.
Dingin itu kemudian menyapanya.
Tahukan, seakan ketebalan tembok tak mampu menahan hawanya.

Akupun sama, tak mau aku jika tak sama.
Akupun akan memeluk rangkaian bunga itu.
Rangkaian bunga yang walau terbakar tapi pasti akan menyisakan harum yang tak akan lekang.
Dalam masa itu , masa yang aku jalani , dan masa yang akan kita jalani.


Rindang helaian angin.
2:12