Rabu, 29 Agustus 2018

Frase dalam fiksi.

Kau yang kadang sendu, dan layu.
Karena hari yang terlalu lelah dan tak ada tempat menyanggah.

Pagi ini cerah, bibir mu merah merekah.
Senyum yang seraya menunggu hujan di musim kemarau.
Kau tebarkan bagai bunga yang memanggil kumpulan lebah yang sedang bergurau.
Hanya sekali yang kau berikan untuk ku, aku juga lupa kapan waktu itu.
Kenangannya tak memudar bahkan sampai detik yang tak terhingga berlalu.

Bertemakan warna merah muda.
Sedikit pucat walau tak menghalangi pancaran kemilaumu yang rendah.
Aku memuji tangan-tangan yang menciptakan semburat tipis merah.
Menyatu padu dalam mata dengan sorot tajam yang indah.

Kemarau tahun ini terik.
Disini gubuk-gubuk kering berderik.
Tanda kayu-kayu yang merindukan genangan air.
Resah karena hanya guguran daun yang menumpuk di hilir.

Lalu esok berganti dengan matahari yang baru.
Cahaya yang selalu dipilihkan.
Aku ingin menemukan.
Seperti angin yang berpapasan dengan badai yang menjadikanya topan.

Tiba-tiba kertas kembali bersih.
Sketsa-sketsa yang mengharap indah menjadi fiksi.

Tampilan sekelebat, tanpa ada hal hebat.
Hanya kata sambung antar kalimat.

Satu-satu aku yang tak mau menyatu.

29:08

Tidak ada komentar:

Posting Komentar